Rezwinda nadya's blog

welcome to my blog :D

Senin, 08 November 2010

Penerapan Nilai Pancasila dalam Kehidupan


Ini adalah kisah, yang diangkat dari sebuah kisah nyata seorang remaja yang mengalami "Kekerasan dalam Pacaran".

Panggil saja aku Melati, aku mahasiswi di salah satu Universitas Swasta di Jakarta, sambil kuliah aku juga memilih magang kerja. Aku merasa kesepian, karena orangtuaku sibuk bekerja. Untung saja ada Jaka, dia adalah pacarku. Aku mengenal Jaka dari sahabatku, Rena. Rena adalah adik Jaka. Sudah dua tahun kami pacaran. Awalnya Jaka memang baik, tapi lama-kelamaan Jaka menampakkan sifat aslinya. Jaka seorang yang arogan, emosian, dan tidak jarang dia sering "main tangan" apabila dia sedang marah. Apalagi kalau permintaanya tidak dituruti, dia tidak segan-segan memukulku. Berkali-kali Jaka melakukan kekerasan fisik dan bahkan dia juga melakukan kekerasan ekonomi terhadapku. Jaka juga "over protektif", dia melarangku untuk tidak berhubungan dengan orang lain, apalagi cowo. Hingga akhirnya, karena sudah tidak tahan atas semua kekerasan yang ia lakukan terhadapku, aku memilih mengakhiri hubungan kami. Akhirnya aku bennar-benar lepas adri Jaka. Berbagai kesibukan aku lakukan untuk melupakan Jaka. Selai amagang, aku juga sibuk les sana-sini. Aku tersadar, masih banyak kegiatan bermanfaat yang bisa aku lakukan tanpa Jaka.

Dari kisah tersebut diatas, menurut Menurut Yustina Rostiawati seorang Peneliti Senior PKPM Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, kekerasan dalam berpacaran adalah sebuah bentuk kekerasan dalam relasi personal. Kekerasan dalam relasi personal dapat terjadi karena minimnya komunikasi antara keluarga dan korban, atau minimnya komunikasi antara korban dengan lingkungan. Untuk mencegah hal tersebut, memang harus diri sendiri, berani mengatakan "TIDAK", komunikasi dengan keluarga dan sahabat harus terjalin dengan baik.

Menurut saya, kisah diatas dapat dipandang dari sudut "Penerapan Nilai Pancasila dalam Kehidupan", yaitu sebagai berikut:
  1. Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa >>> Dalam sila ini, arti dari Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur / Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur / mulia, bukan Tuhannya. Sungguh Jaka sangat mencerminkan tidak adanya penerapan makna sila pertama dalam hidupnya. Karena Jaka tidak memiliki sifat-sifat luhur/ mulia. Jaka melakukan tindakan semena-mena terhadap Melati, dan sangat tidak mencerminkan sifat-sifat mulia.
  2. Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab >>> Dalam sila ini, arti dali Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah manusia yg memiliki hak utk mendapatkan hidup yg adil dan beradab, sesama manusia harus saling menghormati dan harus saling menghargai. Dalam kisah ini, Jaka tidak memperlakukan Melati sebagaimana yang seharusnya dilakukan masyarakat Pancasila.
  3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia >>> Dalam sila ini, arti dari Persatuan Indonesia adalah walaupun Indonesia memiliki suku bangsa yang berbeda-beda, namun tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam kisah diatas, Jaka, walaupun dia hanya individu, tetapi sifatnya akan memecah persatuan antar individu, seperti hubungan antara dirinya dengan Melati.
  4. Sila Keempat: Kemanusiaan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan >>> Dalam sila ini, arti dari Kemanusiaan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan adalah Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama; Tidak Boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Dalam kisah diatas, Jaka sangat tidak mencerminkan arti dari sila keempat Pancasila. Karena dia selalu memaksakan kehendaknya terhadap Melati.
  5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia >>> Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan; Mengembangkan sikap adil terhadap sesama; serta menyeimbangkan antara Hak dan Kewajiban. Dalam kisah diatas, Jaka tidak menyesuaikan dirinya dengan makna yang terkandung dalam sila kelima Pancasila. Jaka sama sekali tidak mencerminkan suasana kekeluargaan, serta tidak mengembangkan sikap adil terhadap sesama. Bahkan dia selalu melakukan kekerasan dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar